Minggu, 18 September 2011

Tak Malu

Tak malu
Oleh : Pilo Poly

Satu tetes katamu kurang
Dua teguk kau bilang tak menantang
Lantas apa yang kau pikirkan bujang
Tatapmu tak jua menunjukan imbang

Dalam keramaian kota belaka
Kau hanyut dalam impian durja
Katamu “mati saja tak mau, hidup pun menderita”
Lalu, kau menyapu malam dengan tingkah liarmu

Aku juga belum mengerti arti semua itu
Tatapan yang kau lempar sambil tersenyum malu
Katamu lagi “lihat, begitu rakusnya aku”
Sambil bersiul kaupun berlalu, dimalam minggu


Selasa, 06 September 2011

Trotoar Beratapkan Madu

Seperti inilah hidupku
yang tak menentu
kadang tersenyum madu
namun sering mengeluh bisu

Trotoar jalan hanya untuk di lalui
bukan pelepas penat menunggu mentari
akan tetap pilihan ini selalu kuwarisi
dari dahulu sampai detik ini

Biarlah semu indahnya kupupuk selalu
tak akan kumenjerit walau melilit leherku
aku ingin merasakan sewaktu-waktu
bagaimana rasanya menahan pilu
dalam sendiriku

6 Sep 11.

Tarian asap, bergoyang dan perlahan hilang

Bukan ini yang ku risaukann..
hanya, sesuatu yang sedikit menggelitik..
tentang duduk tak berperan. Salahkah?

Sedikit tak berarti sempit..
Duduk tak berperan, seperti diam tak bernafas..
Tak salah, namun mampukah?

Ingat pesan dahulu.. "Sedikit berlama jadi bukit"
Namun pasti ada jalan yang tak terlalu sempit dan picik..
sangat mendebarkan, Mencoba beralih ungkapan.

Bukitpun apa guna, bila tak hijau dan tandus..
Berkeliling di taman bunga,punya hidung tak mampu mengendus..
Berjalan di atas dunia, punya hati tak kenal tulus..

Aku yang berlabuh, kenapa ada yang gaduh ?
salahkah laut yang membelah belengguh..
tentang keinginan yang terangkai tanpa unduh.

Biarlah gaduh para perusuh..
Langit takkan runtuh, gemintang tetap utuh..
Petiklah satu di peraduan shubuh.

Pilo Poly dan Ambia Mursalin II
Kamis pukul 23:30 melalui seluler.

Inikah Rasa

Nada bicara seperti alunan Biola
Bersimponi sampai tarikan napas kedua
Akupun tergoda dengan nada cinta
Yang kau hempaskan di relung terdalam jiwa

Lalu kuraih tanganmu dengan kerlipan manja
Kuajak engkau merasai getaran di dada
Adakah seperti ini yang kau rasa
Ketika hatiku berdebar asmara

Hentakan jiwamu jiwaku bersatu rasa
Menikmati indahnya alunan irama
Dalam satu rasa kita bersama
Sampai akhirnya terjalin pernihakan nyata
Aku dan kamu satu adanya
Dalam cinta

Pilo.24.Augustus.11

Lelaki Tak Punya Doa

Lelaki tua tak tahu dosa
Padahal umur sudah mencapai ujung tanya
Namun masih tertawa terbahak sesukanya
Tak sadar dengan kematian sedikit lagi memeluknya

Suara toa bersimponikan Adzan
Tetap saja ia mainkan batu di simpang jalan
Entah apa yang di urai dalam keseharian
Belum juga tersadar dengan semua tanda di depan

Jauh sudah kakinya melangkah liar
Pengalaman hanya bisa menjadi akar
Tidak ia jadikan sebagai pengingat dasar
Ketika matinya batu simpang jalan menjerit koar

Dalam Puisiku

Masih ada yang belum merdeka,
tidakkah kau merasa ?
aku menangisimu lelaki jalanan.
Ibu-ibu tegar berharap hari ini dan lusa dapat menggantikan baju anaknya yang bertahun-tahun lusuh bernoda peluh.

Kau memang di takdirkan terjajah oleh waktu?
Kekuatan lelakimu pun tak sanggup membeli sepotong baju yang di hargai sepuluh ribu

Bocah kecil bernyanyikan peluh di badan, Tegarlah !! menghadapi kerasnya kemerdekaan.
kelak suatu saat, Takdir kedua harap Ibu dan Ayahmu dapat kau sulap menjadi nyata.
yakinlah, Bermimpilah,
Kirimkan senandung doa itu kepada yang Esa Satu. Allahu.
maka terjadilah apa permintaanmu.

Pilo. 17.08.11

Mereka Dan Kita

Terketuk,
Tak juga sadar,
Malah lupa dasar,
Terlihatlah koar.

Air tangisan,
jatuh bersisian,
hanya pelepas,
Dahaga tak berirama pantas.

Sosok dua,
Tertidur pulas,
nyamuk jadi teman,
Dalam malam, kelam semalaman.